Turing kali ini bisa dibilang turing
pembalasan.. ya sudah 3 bulan lamanya saya tidak merasakan sensasi naik bis
karena harus bertanggung jawab atas tugas akhir saya.. 5 bulan lamanya saya
ngerjain skripsi, kok lama banget ? Selesai bab 1 saya turing ke Medan pp naik
bis, boongin dosen pembimbing bilang lg sibuk kerja.. Selesai bab 3 ngebolang
ke Belitung gara” nonton laskar pelangi di yutub, boongin dosen lagi.. nah abis
bab 3 baru saya fokus skripsi karena jatah boong saya udah abis.. Nah ceritanya
udah lulus nih…………..
Mau
kemana kita kita ? ke Sabang di Pulau Weh.. Orang bilang disinilah titik 0 km
Indonesia bermula.. tapi kalo liat di Google maps (Atlas saya ilang), masih ada
lagi pulau di atas pulau Weh.. saya tidak pandai berasumsi kenapa gak dimulai
dari pulau itu saja titik 0 km nya ya.. Pulau Weh adalah Pulau paling barat di
Indonesia, masih satu provinsi dengan Nanggroe Aceh Darussalam. Ini kedua
kalinya saya maen ke Aceh. Jarak tempuh dari Jakarta ke Banda Aceh 2.771 km, nah kalo di itung pp jadi 5500 km
lebih saya harus duduk di bis.. Jarak dari pelabuhan Balohan Sabang ke titik
nol km sekitar 30 km.. Partner turing saya kali ini adalah Arif Firmansyah,
sedulur saya dari BMC Sumatera.. Here we go !!!
Etape 1, Jakarta – Palembang (2 November 2013)
Pagi
itu langit cerah (cieee).. Saya dan Arif beserta teman BMC lainnya akan
terlebih dahulu menghadiri akad nikah teman kami Windi Priasnami.. Pernah liat
gak ada calon pengantin yg mau nikah tapi masih pake celana pendek di terminal
pas hari H dia nikah ? Nah kita punya temen yg kelakuan nya kaya gitu.. Jam 10
pagi akad nikah dilaksanakan di Depok, nah jam 8 pagi si Windi jemput saya dan
temen” BMC lain di terminal Rawamangun, PAKE CELANA PENDEK.. Astagaaaa !!
Nah
selesai deh tuh acara akad nikahnya, kita pamit balik lagi ke terminal
Rawamangun. Saya dan Arif akan menuju Palembang, naik bus Kramat Djati kelas
Bisnis seharga 200rb berangkat jam 4 sore. Bus yang kami tumpangi terbilang
masih baru, ya baru keluar dari karoseri Morodadi Prima berdapur pacu Mercedes
Benz OH 1521.. Kami duduk di seat depan, biar sampenya duluan. Sore itu kota
Jakarta lagi macet parah” nya, akhirnya sang jurumudi mengalihkan jalan melalui
tol Bandara Soetta ketimbang lewat tol Gatot subroto menuju Merak. Strategi ini
terbukti efektif, karena kami “berhasil” tiba di Merak bersamaan dengan bus PPP
(Putera Pelangi Perkasa) yang berangkat 2 jam lebih awal lewat tol Gatot
Subroto.
Sebelum masuk kapal
bus memasuki rumah makan dulu di merak, namun kami sudah menyiapkan 2 bungkus
nasi padang dari jkt buat makan di kapal. Salah satu strategi mengantisipasi
mahalnya harga sekali makan selama perjalanan di Lintas Sumatera, yang sekali
makan bisa kena 20rb (gak nambah, gak pake es teh) adalah beli Rendang yg banyak, atau suruh
pacar bikinin rendang, nanti kita tinggal beli nasinya aja di jalan. *Eeh gak
punya pacar ? Berani tabungan Anda cukup untuk beli nasi+lauk di jalan…. YA KAN ?
Bus memasuki
pelabuhan Merak, Banten.. Suasana tampak lengang malam itu. Petugas ASDP
mengarahkan bus kami ke Dermaga 1 dimana kapal Ferry KMP Raja Basa 1 baru saja berlabuh
untuk mengantarkan sebuah harapan bagi para perantau dari ranah Sumatera yang
akan mengadu nasib di ibukota, atau mereka yang akan kembali pulang ke rumah..
ada 7 bus parkir di dermaga 1 malam itu; Lorena, Kramat Djati, PPP, Pahala
Kencana, ALS, Giri Indah, dan Sari Harum.. Bongkar muat kapal dimulai, mata
saya terfokus di bibir kapal tempat kendaraan keluar dari lambung kapal,
melihat ada bis apa nih yang bakal keluar.. sesekali bibir ini tersenyum
melihat supir truk yang lebih memilih kenek seorang wanita yg duduk
disebelahnya ketimbang kenek seorang pria.. “kenek pria sudah terlalu
mainstream”..
Bongkar kapal
selesai, sekarang waktunya muat kapal.. Kendaraan pribadi naik ke atas,
sementara di bawah khusus kendaraan besar.. Bus saya parkir paling belakang
diantara bus yg lain. Kami naik keatas, ada sebuah teras yang sangat nyaman di
Mushola kapal dimana kami dapat makan nasi bungkus dengan nyaman sambil melihat
kelap kelip suasana pelabuhan Merak.. Ombak sangat tenang malam itu, perut
kenyang dan semilir angin malam membuat kami tak kuasa menahan kantuk..
Lumayan, 2 jam lagi untuk tiba di Pelabuhan Bakauheni kami manfaatkan untuk
tidur..
“POOOOTT POOOTT”,
tukang jagung memberi klakson.. Eh bukan, itu klakson kapal ferry yang volume
nya ribuan kali lebih kuat daripada klakson tukang jagung bersepeda, pertanda
kapal akan merapat di Pelabuhan Bakauheni.. Kami terbangun cukup kaget, cuma
supir truk yang engkel dari Irian jaya yang gak bangun denger klakson kaya
gitu.. Saya memastikan ke ujung kapal tempat dimana Leonardo de Caprio pernah berdiri
bersama Kate Winslet, ternyata benar, Menara Siger sebagai symbol dari Provinsi
Lampung berdiri terang dengan sorotan lampu kuning cerah di sekelilingnya. “
Welcome to Sumatera Island”..
Turun ke lambung
kapal, terdengar deru mesin yang sangat merdu bersautan antara mesin bus dan
truk yang sangat memanjakan telinga saya. Sengaja saya tidak langsung naik ke
bus demi menghirup udara segar yang sudah 3 bulan tidak saya rasakan, seperti
melihat tulisan “Happy Vacation Fadri” di setiap gumpalan asap bus dan truk yg
keluar dari knalpot.. Nikmat sekali
Tuhaaaan, abis wisuda lagi. Kendaraan
keluar satu persatu di pandu awak kapal. Pahala Kencana pamer mesin Hino RG nya,
melesat menghilang lebih dulu meninggalkan kami 6 bus bermesin intercooler..
Kemudi dipegang yang empunya batangan bis ini, saya tidak tanya namanya, sebut
saja “Kang Iwan”, karena fasih berbahasa sunda, sudah cukup berumur dan sarat
pengalaman.. 4 bis di lalui dengan sangat mudah di tanjakan Kalianda, ternyata
mercy lawas ini masih sangat sehat rupanya. Pahala Kencana dan Sari harum masih
jauh di depan..
Kencang tapi pasti
dan sangat elegan, Kang Iwan berhasil menempel bus Sari Harum yang sedang
kewalahan menyalip kovoian truk yang sedang mendaki. Kang Iwan mencoba
spekulasi menyalip sekaligus di tikungan sambil melempar beberapa kali lampu
dim, daaan berhasil.. Kadang yang mengkhawatirkan di Lintas Sumatra adalah ada
beberapa titik dimana tikungan kelihatan sepele untuk di gas kencang tiba”
tikungan tersebut sedikit agak mematah kedalam sehingga tak jarang banyak
kendaraan yang terperosok ke jurang. Belom lagi sepeda motor tak berlampu yang
kadang” menampakkan dirinya setelah sejengkal dari bemper mobil kita,
WASPADALAH WASPADALAAAAH !!!
Hari semakin larut,
penumpang sudah banyak yang terbuai kenyamanan suspensi mercy lawas ini.. Kang
iwan semakin memacu laju bus nya dan berhasil mengejar Pahala Kencana untuk
bergoyang bersama melewati serangkaian truk ekspedisi.. Satu peluang
dimanfaatkan dengan baik oleh kang iwan lagi” di tikungan untuk menyalip bus
Pahala Kencana, Great !! saya yakin di kamar bapak ini banyak poster Valentino
Rossi..
Jam 1 pagi bus masuk
rumah makan Gadang Jaya 3, Bandar Jaya, Lampung. Di sana sudah ada Laju Prima
no 16 yang sedang istirahat menuju Jakarta dari Palembang. Kami tidak makan
disini, masih kenyang dan jarak ke rumah makan berikutnya cuma 4 jam.. Tidak
lama berselang masuklah bus” yang udah diblong Kang Iwan tadi yaitu Pahala
Kencana dan Sari Harum.. FYI aja rumah makan ini adalah salah dua rumah makan
paling ramai yg disinggahi bus” lintas Sumatera di Lampung, diantaranya;
Lorena, Pahala Kencana, Kramat Djati (Div Jkt), Sari Harum, ANS, PMTOH, PPP,
Giri Indah, Bintang Permata Bunda, dan Laju Prima.. Berangkat lagi, supir
tengah nya sangat menjunjung tinggi “Safety dimulai dari saya”.. lanjut tidur
lagi..
Tepat prediksi saya,
jam 5:30 Wib bus masuk di rumah makan Pagi Sore, Teluk Gelam, Sumsel. Ini rumah
makan favorit saya di Lintas Timur Sumatera karena paling bersih, makanan nya
enak + tarif terjangkau, bis nya ramai, dan toilet nya juga bersih.. Masih
setengah sadar saya turun dari bis, bukan nya ke toilet dulu bersih” malah ke
belakang parkiran bis.. ngapain ? Foto bis nya dulu.. PENTING!! Ada berbagai
macam menu disini, saya pilih sarapan Martabak nya yg cukup ngangenin seharga
12rb.
Dari sini, kota
Palembang tinggal 3 jam lagi. Di Palembang kami sudah ditunggu sedulur kami
dari BMC Bandung yang tinggal dan bekerja di Palembang, Kang Dian Dimar
Saputra. Kebetulan hari itu hari Minggu, Kang Dian sedang libur dan akan
menemani kami selama beberapa jam di Palembang.. Jam 9 bis sampe di kota
Palembang ( Total Perjalanan 16 jam
). Kami segera dijamu dengan sangat handal
oleh kang Dian. Numpang mandi, sarapan, ngecas hp, sambil istirahat kita
ngobrol” ringan seputar perjalanan tadi. Jam 2 siang ini kami akan lanjut ke
Medan naik bus Putera Pelangi Perkasa, kami pilih kelas terbaik Super Executive
2-1 total seat 21 yang tiketnya sudah di booking kang Dian seminggu kemarin
seharga 440rb SAJA..
Etape 2, Palembang – Medan ( 3 November 2013 )
Agen
bis PPP ini gak jauh dari rumah kang Dian, tapi kalo jalan kaki jauh banget.
Kami diantar kang Dian naik motor bertiga, abis ga ada angkot sama sekali di
dekat sini, paling taksi itu juga jarang lewat. Solusinya buat yang gak ada
kenalan di Palembang, turun aja di tempat terakhir bus berhenti di KM 12, nah
dari situ udah banyak angkutan umum untuk ke jantung kota Palembang ataupun ke
Agen bis PPP.. “Malu bertanya sesat di jalan, besar kemaluan susah berjalan,
Nanya mulu kapan sampenya” !!!
Saya
duduk di seat 1A, Arif di 2A.. Bis yang akan kami naiki lebih muda usianya
daripada bis kami sebelumnya, Mercy OH 1525 dibalut body Jetbus by Adi Putro
sudah dilengkapi Air Suspension (stiker itu abaikan saja). Perjalanan ke Medan
“hanya” memakan waktu 30 jam normalnya, kenapa di kasih tanda kutip ? karena
perjalanan kami berjalan dengan tidak normal.. Kami pamitan sama kang Dian yg
sudah sangat kami repotkan, terima kasih Kang Dian..
Bis
mulai berangkat ke Medan, hujan rintik” langsung membasahi pandangan saya.. Pak
supir dengan sigap memutar lagu khas Aceh, gak ngerti lagunya tapi enak di
dengar.. Arif mencoba menerjemahkan maksud lagu tersebut, sepertinya dia paham
karena sudah lama tinggal di Bandung, tapi pernah 3x ke Aceh.. “inti lagu ini
adalah menyindir kehidupan anak muda jaman sekarang yang udah banyak melenceng
dari ajaran agama” kata Arif.. Berani sekali dia berbicara seperti itu dihadapan anak muda.. *mendingtidur
Baru
2 jam dari Palembang, bis masuk rumah makan Pagi sore yang sedang tahap
dibangun ulang. Awalnya bingung karena setau saya bis Pelangi itu rumah makan
nya di RM Simpang Raya daerah Bayung lencir, Jambi. Nah disini masalah mulai
terjadi pada bus. Bus tidak bisa di starter, sampai berulang kali di utak atik
selama 2 jam baru bisa di starter, perut yang tadinya kenyang sampe laper lagi
nungguin mesin bus bisa hidup lg. Saya dan Arif sudah terbayang-bayang akan
segera dikirim bus pengganti PPP Mercy OH 1836. Tapi harapan itu sirna, bis nya
hidup lagi.. Ah
Malam
semakin larut, bis berjalan dengan sangat tidak bertenaga layaknya mesin OH
1525 yang pernah saya naikin yang sudah”. Lagi enak” nya tidur, asap mengepul
dari sekring bus tepat sejengkal di depan jempol kaki saya. Hanya konsleting
ringan, awak bus dengan sigap memperbaiki nya, penumpang yang tadinya panik
dapat kembali tidur pulas, kayanya.. Ternyata memang benar bus mengalami
masalah sensor electric nya (begitu yg saya dengar) sehingga tidak bertenaga,
bahkan di beberapa tanjakan curam di Riau bus sempat mundur lagi karena tidak
kuat nanjak. Ulang lagi dari jalanan yang datar, matiin AC sebentar, masukin
gigi 1 nanjak pelan”.. yak lanjuuuutt !!!
Perjalanan
dari Palembang menuju Medan full lewat lintas Timur melalui Jambi, Pekanbaru,
baru tiba di Medan. Apes nya, atau bisa juga Seru nya, kami tiba di Minas pas
Maghrib tepat bersamaan dengan keberangkatan bus” Jet Darat lintas
Pekanbaru-Medan. Sudah tentu bis kami jadi bulan”an, di blong sekali 3 bis di
tanjakan sama mercy Intercooler yang udah di oprek, CV Makmur, Halmahera, dan
Bintang Utara. Belom pernah saya liat mercy
OH 1521 bisa nanjak sambil blong kanan kenceng begitu. Kami disuguhi
pemandangan seru dimana bus” tersebut saling adu cepat di lintasan Minas yang
tidak datar, tanjakan curam tikungan tajam di hajar terus.. Lambaian tangan
kenek bus begitu gemulai dalam gerak lambat meminta jalan tatkala di depan nya
sudah bersiap untuk crash truk Scania R370, sekejap banting kiri, masuk, buka
kanan lagi, jooooosshh.. kami semakin jauh ketinggalan L
Mulai
malam, kami semakin menjadi bulan”an.. kali ini yang lewat bis electric semua..
ada Intra, Sentra, Halmahera SE, Medan jaya, Almasar, CV Makmur, PMS, dll. Dalam
hati kami “ gpp lah di blong terus, yang penting puas naik SE bonusnya 12 jam
dr waktu normal”.. Penumpang sangat memaklumi bus berjalan tidak terlalu cepat
karena sedikit mengalami masalah, saya tidak mendengar adanya keluhan dari
penumpang sama sekali. IYALAH, naik bis SE nyaman kaya gini fasilitasnya.. Nah
sampe juga deh tuh besok pagi nya di Medan jam 9.. Alhamdulillah walau sedikit
ada masalah kami tetep puas dan sampai dengan selamat ( Total perjalanan 42 jam ). Cerita kami di atas bukan untuk menjelekkan
bis PPP, hanya menceritakan kejadian yg kami alami di jalan.. Kalau ada yg
tidak terima saya pribadi selaku penulis mohon maaf.. (Fadri Adhie, BMC
Sumatera SM 013)
Di
Medan pagi itu, kami di jamu oleh bismania juga, tapi kali ini teman kami dari
Medan Bisser yaitu Bang Suhardi Hasibuan. Beliau adalah pengurus dari bus
Barumun, tau bus Barumun kan yah? Bus yang berwarna orange segar ini melayani
trayek Medan-Sibuhuan- Sosa, masih AKDP juga tapi lumayan jauh. Walaupun kami
berbeda komunitas Bus, tidak ada rasa canggung sama sekali diantara kami. Bang
Suhardi juga yang sudah membantu kami untuk membooking kan tiket ALS untuk kami
pulang nanti dari Medan ke Padang via Toba samosir. Kami sarapan di pool bus
Barumun di jln Sisingamangaraja, ditraktir bang Suhardi makan nasi Kuning, abis
itu jalan” liat tempat cucian bus gak jauh dari pool Barumun.
Menjelang
siang, kami pamit sama bang Suhardi mau cari tiket bus untuk nanti malam ke
Banda Aceh. Kami gak berani boking dari jauh hari karena waktu yang tidak bisa
di prediksi.. Dan karena bus PPP kami terlambat 12 jam dari jadwal seharusnya,
tiket bus PMTOH dari Aceh ke Medan dan tiket ALS dari Medan ke Padang di undur
sehari.. Yang tadinya dapet Hot seat, jadi SHIT..
Kami
naik becak motor dari pool Barumun ke pool Pusaka, bus yang kami rencanakan
untuk membawa kami ke Banda Aceh. Kalau naik angkot ribet, harus transit di
perempatan sana sini, dan lumayan jauh. Mumpung duit masih banyak yaudah naik
becak motor, 30rb untuk 2 orang. Masuk ke loket disambut wajah datar mbak yang
jaga nya.. “Siang mbak, mau ke Banda Aceh nanti malam naik Pusaka, tapi
yangggg”, bingung mau ngomong O 500 R
takut mbak nya ga ngerti.. Arif bilang “yang Skyliner mbak”.. Mbak nya bilang
“Ooh yang baru ya?”.. “IYA”..
Dapat
!! Tiket bus Pusaka Skyliner Mercedez Benz OH 1836 untuk nanti malam Cuma
seharga 170rb kelas Patas. Bete gak sih denger nya kelas Patas, di tempat saya
tinggal OH 1836 tuh jadi primadona banget, disini kelas nya Patas dgn konfigurasi
seat 8 baris tanpa Legrest. Awalnya kami mengira bakalan lega banget karena
ngeliat PO di jawa ada yg OH 1836 juga tapi 9 baris udah cukup lega, apalagi
ini hanya 8 baris. Nah disini kami bertemu dengan bang Budi, bismania Medan..
Bang budi menemani kami untuk jalan” di Medan, lalu makan sore di tempat
pemberangkatan bus Sempati Star yang baru saja di launching bbrp waktu lalu di
Jln Asrama pondok kelapa no 19-20, Medan.
Awesome
!! saya berdecak kagum melihat tempat pemberangkatan bus Sempati Star di Medan
ini. Fasilitas nya lengkap, tempatnya luas dan bersih, ada tempat makan dan
nongkrong yg nyaman di atas sambil liatin bus SS yg siap untuk berangkat,
Toilet yg besar dan bersih, ada shower nya juga untuk penumpang SS yang mau
mandi, Musholla yg bersih dan full AC, dan ada juga kursi pijat gratis.. Menang
banyak deh pokoknya untuk pelanggan Sempati Star. Terus kenapa kok saya ga naik
Sempati Star aja? Udah pernah, mau cari yang belom..
Setelah
puas berjalan” di kota Medan siang itu, malam nya kami bersiap untuk berangkat
ke Banda Aceh. Masih ditemani bang Budi ke pool bus Pusaka. Bus Kurnia,
Anugerah, dan Pusaka tergabung dalam Kurnia Group, pool nya jadi satu tapi tempat pemberangkatan
bus nya Beda, Kurnia agak terpisah di samping (CMIIW = Correct Me If I am
Wrong).. Di sana sudah banyak berkumpul rekan” dari Medan Bisser dan Aceh Bus
Lovers yang meluangkan waktunya untuk bersilaturahmi dengan saya dan Arif.
Lagi-lagi tidak ada kesan canggung diantara kami semua walau berbeda komunitas.
Obrolan kami sama” nyambung ngomongin Bis, bertukar informasi seputar bis, dan juga
berfoto bersama..
Bus
yang kami dambakan sudah mejeng dengah gagah siap berangkat. Begitu kami naik
ke dalam bus untuk meletakkan barang, kami dikejutkan dengan aksesoris selimut
dan bantal yang semuanya bergambar club sepak bola. Ada MU, Arsenal, Chelsea,
Bancilona, dan Inter Merda.. Kok tim favorit gw ga ada? Mungkin AC Milan untuk
bantal dan selimut di bus kelas Non Stop Super Executive.. Kenapa GAK SENANG ?
Ketik sendiri Hahaha..
Di
bangku saya kebetulan dapat selimut Inter Milan, langsung saya tukar sama
Arsenal, takut gatel-gatel.. Nah ini yang saya khawatirkan, ternyata walaupun
mengusung konfigurasi seat 8 baris seat 2-2 ternyata tidak lantas membuat
nyaman dan lega. Bangku nya tebel, saya kurang tahu persis apakah
merk Aldilla atau Karya Logam, terlalu tebal untuk kelas Patas makanya jadi
terkesan agak sempit. Pamitan sama rekan” Medan Bisser dan ABL, terima kasih
sudah meluangkan waktunya ya..
Etape 3, Medan – Banda Aceh ( 5 November 2013 )
Jam 9 malam, bus berangkat.
Perjalanan dari Medan ke Banda Aceh sekitar 10 jam. Bus langsung melaju sangat
cepat, ini pertama kalinya saya naik OH 1836, tapi udah gak kaget karena udah
pasti tenaga nya gede. Sayangnya, sang jurumudi kurang lihai memainkan pedal
gas dan rem yang seenaknya saja diinjak dan dilepas, membuat tubuh kami serasa
di aduk” dalam bus. Perut spontan mual parah, kepala jadi pening, tapi ga lucu
banget bismania dengan jam terbang tinggi seperti saya muntah naik bis. Saya
buka gadget saya, mencari koleksi foto” Dian Sastrowardoyo yang tersenyum
manis, memandangnya sekejap, barulah saya bisa tertidur pulas. Zzz
Tengah
malam saya terbangun, laju bus makin ga karuan lagi kencangnya.
“Astagfirullah”, ucap saya lirih. Hidup, MATI, dan jodoh sudah Allah yang
tentukan, itu yang terlintas di pikiran saya waktu itu. Saya melongok ke depan,
pantas saja ternyata ada bis dengan mesin serupa di depan nya. Bantai deh pir,
bebas asal sopan.. Lanjut tidur lagi.
Matahari
agak malu memancarkan sinarnya pagi itu. Kaca bus udah berembun saking dingin
nya, gerimis rintik-rintik, mulai galau.. Bus memasuki wilayah Lembah Seulawah,
kali ini supirnya udah aplusan karena cara bawa nya lebih halus, Syukurlah.
Lembah Seulawah ini paling enak diliat, lintasan berkelok-kelok sebelum
memasuki kota Banda Aceh, aspal nya mulus kaya paha personil SNSD, jalan nya
lebar, aksi balap”an bus kembali terjadi disini, balapan sopan bukan balapan
liar.. Terlihat bus New Pelangi Scorking Hino R260 kewalahan di Tanjakan, kami
lewati dengan sopan sambil dadah dadah ke penumpang NP. Lanjut lagi di depan
ada bus PMTOH Mercy OH 1626, nafasnya kalah kuat sama bus kami.. dadah dadah lagi
ke penumpang PMTOH..
Jam
8 pagi bus memasuki Terminal Batoh, Banda Aceh. Total perjalanan 11 jam, kalau diakumulasikan perjalanan saya naik
bus dari Jakarta sampai Banda Aceh yaitu 16 + 42 + 11 = 69 jam, angkanya ga
enak banget 69, bulatkan jadi 70 jam, beda 10 jam sama perjalanan saya dari
Jakarta ke Bima dulu 60 jam naik bis. Lagi-lagi, kami di temani oleh rekan”
dari Aceh Bus Lovers sesampainya kami di Aceh. Pagi itu kami di jemput oleh
Bang Badrul dan Asep, mereka mengajak kami sarapan pagi makan lontong sayur di
sebrang terminal Batoh. Menyusul 2 orang lagi Bang Eri Kuta Radja dan Bang Muhajjir
(maaf agak” lupa namanya)..
Etape 4, Banda Aceh – Sabang ( 6 November 2013 )
Lanjut lagi, udah 4
hari di jalan nih.. kami diantar oleh Bang Badrul dan Bang Eri ke Pelabuhan
Ulee lheue untuk menuju pulau Weh, ke kota Sabang. Sayangnya di Aceh ini
angkutan umum sangat jarang sekali, jadi Anda tidak ada pilihan lain selain
naik Becak Motor dari terminal ke pelabuhan, nego harga aja ya.. ada 2 pilihan
untuk sampai ke Sabang, Anda bisa naik kapal cepat seharga sekitar 70rb 45
menit perjalanan atau naik kapal Ferry seharga 25rb 2 jam perjalanan. Kami
pilih kapal Ferry, lebih santai dan nyaman. Kapal ferry berangkat jam 11 siang,
lagi-lagi kami berterima kasih banget kepada rekan” bismania di Aceh.
2 jam berlayar,
tibalah kami di Pelabuhan Balohan, Sabang.
Menurut rencana yg kami buat, kami akan naik angkot ke Iboh dan istirahat di
hotel sana sambil sewa motor. Tapi tariff angkotnya mahal banget, 75rb per
orang untuk jarak 25 kilo yang dapat ditempuh dalam waktu 30-50 menit. Orang Sabang
menyebutnya Taxi, bagi kami namanya Angkot karena mobilnya sejenis angkot di
Jakarta. Nego sama angkot lain juga sama aja rate nya segitu. Ternyata eh
ternyata, supir angkot itu menawarkan jasa sewa motor untuk 24 jam seharga
150rb untuk 1 motor, boncengan jadi 75rb per orang. Tanpa pikir panjang, kami
iyakan untuk sewa motor sama bapak supir angkot itu.
Isi
bensin 2 liter 15rb di pertamini. Gaaaaaas langsung ke titik 0 kilometer
Indonesia. Penunjuk jalan di Sabang sudah sangat baik dan jelas. Saya dapat
mencerna nya dengan mudah ketimbang suruh bawa motor sendirian di Bandung.
Kondisi aspal nya mulus seperti di Aceh, kepadatan penduduknya masih sesuai
dengan besar pulau nya. Saya jadi teringat waktu saya ke pulau Belitung,
peradabannya tidak jauh berbeda. Arif semakin kencang meng-gas motor matic
sewaan kami, perlahan tapi pasti kami semakin dekat dengan titik mula Negara
Indonesia tercinta ini.
Kami mulai memasuki
hutan. Ada satu wilayah yang sangat kami takuti untuk menuju titik 0 km, yaitu kampung
monyet, dimana di sepanjang jalan yang akan kita lalui tersebut berdiri monyet”
di pinggir jalan, pernah liat di google ada monyet berekor pendek menghuni
lintasan tersebut, bahkan ada juga saya lihat di blogger orang bahwa mereka
menemukan babi hutan berdiri di pinggir jalan. Romantis banget deh pokoknya.
Saya memakai jaket untuk melindungi kulit dari kemungkinan adanya monyet loncat
ke motor lalu nyakar” ga jelas.. Bismillah, Arif mulai kembang kempis ngegas
motor, jalan semakin mengecil, aroma tumbuh”an hutan segar tercium kuat, akar”
pohon menjulur ke jalan, saya sudah bersiap mengepalkan tangan….
Tadaaaaaa, kami
akhirnya sampai di titik nol kilometer tanpa ketemu monyet seekor pun di
pinggir jalan di kampung monyet. Hari itu agak gerimis, mungkin monyetnya mikir
juga kali ya mana ada orang lewat naik motor ke 0 km gerimis kaya gini. Tapi
monyet” itu salah perhitungan, masih ada 2 pemuda bermental BAJA tidak kenal
badai tidak kenal lelah untuk satu tujuan, MENCINTAI INDONESIA !! AYOOO “
Explore Indonesiaaaa “ !!!!
Hanya ada 2
gerombolan turis waktu saya tiba di sana. Mereka semua naik mobil, pantes wajah
nya cerah ga mikirin monyet. LAH KITA, udah 4 hari naik bis dari Jakarta, belom
tidur, naik motor gendong ransel berat, eh disuruh lawan monyet, ya pucet..
Terima kasih Tuhan, lagi” Kau mempermudah setiap langkah kami demi mencintai
Negeri yang indah ini.
Disana ada tugu 0 km
yang tampak kurang terawat, tapi tulisan 0 km nya masih terlihat jelas di tugu
tersebut. Sayang nya, tugu ini pernah kedatangan Alayers yg mencemarkan tugu
tersebut dengan menuliskan nama mereka. Nah ada spot menarik untuk foto”, tapi
sedikit berbahaya bagi orang tua.. dibalik tembok yang membataskan tubuh kita
dengan tepi jurang, ada beberapa batu yang bisa dijadikan pijakan untuk berdiri
tinggi memandang luas Samudera Hindia di depan mata. Disitulah rasa lelah kami
terbayarkan sudah. Pemandangan yang begitu menakjubkan sambil berkata sombong
dalam hati, “Saya sudah di ujung Indonesia”..
Hari mulai sore,
saatnya kami pergi ke kota Sabang untuk mencari penginapan. Kami lewat kampung
monyet lagi, kali ini sudah tampak 5 ekor monyet standby di pos masing” dengan
wajah sinis memandang kami. Kami bersiap untuk kemungkinan terburuk adanya
monyet bantuan yang akan menyerang kami. Arif mepercepat laju motor karena
jalan nya mayoritas turunan, yes selamat.. kami berhasil melalui kampung monyet
tanpa harus teriak “ MONYET LO” !!
Kami menemukan hotel
Kartika, di Jalan Teuku Umar No 17, letaknya persis di ujung jalan Perdagangan,
lalu belok kanan dikit. Motor bisa parkir di penginapan sini. Tariff nya
beragam, untuk 2 orang ada yg paling murah seharga 80rb, double bed ga ada tv
dan pake kipas angin, nah rebutan deh tuh kipasnya.. kami pilih kelas 2 nya,
seharga 200rb untuk 2 orang, double bed,
full AC, ada tv, dan kamar mandi dalam.. Murah lah yaaaa.
Malam hari surganya
para pecinta kuliner. Di Sabang ini ada kedai yang menjual salah satu makanan
khas Sabang, yaitu Mie Jalak. Cukup berjalan kaki dari hotel kita dapat
menemukan berbagai macam makanan yg dijajakan untuk wisatawan dan penduduk
setempat. Kami singgah di “Kedai Kopi Pulau Baru”, tadinya saya kira itu
tongkrongan bapak” minum kopi, eh gataunya isi kedai nya lagi pada makan Mie
Jalak semua. Kata Teman, kedai ini pernah masuk TV karena cita rasa Mie nya
yang lezat. Suasana malam itu sungguh ramai di kedai Pulau Baru, hasrat kami
untuk makan mie tsb tidak terbendung lagi. Tapi yaa ga makan sambil berdiri
juga kali.. BUNGKUS !! makan di hotel.. harganya relative murah Cuma 15rb
seporsi.
Tidak sampai disitu,
kondisi kami yang lelah dan kelaparan membuat kami mencari asupan ekstra selain
makan Mie. Mata saya tertuju ke tulisan nasi goreng dimana abangnya gak
berenti” melayani pembelinya. Anehnya, itu tukang Nasi Goreng pertama yang saya
lihat jualan gak pake kuali penggorengan. Abstrak ? Bisa jadi.. Ooh, ternyata
nasi goreng nya udah jadi, di masukin ke dalam bakul kaya tukang nasi uduk di
marih.. jadi pembeli tinggal nunjuk mau nasi goreng pake lauk yang mana, ada
telor, ayam pop, ikan, dll.. dengan harga 9rb rupiah saja kami sudah
mendapatkan sebungkus nasi goreng PORTUGAL, Porsi Tukang Gali.. Buanyak
bangeeet !! perut kenyang Alhamdulillah tiada tara nikmatnya. Badan pegel gak
karuan, baru malam ini kami nemu kasur lagi. Misi kami selesai, kami segera beristirahat karena besok siang kami langsung akan kembali ke Jakarta, dengan naik bis lagi tentunya..